Oleh : Ummu Yusuf Jasmin Naro
Saudariku wahai muslimah, ketahuilah bahwa menghiasi diri dengan keindahan ilmu berupa bagusnya budi pekerti, akhlak yang baik dengan selalu bersikap tenang, berwibawa, khusyu`, tawadhu`, dan senantiasa bersikap istiqomah secara lahir maupun batin, serta tidak melakukan segala yang bisa merusaknya adalah suatu perkara yang sangat penting, bahkan tidak kalah pentingnya dengan ketika kita belajar ilmu-ilmu aqidah, ilmu hadits dan selainnya.
Imam Ibnu Sirrin berkata :” Dulu para ulama mempelajari budi pekerti sebagaimana mereka mempelajari ilmu”.
Maka hendaknya seorang thalibil `ilmi memberikan perhatiannya pada perbaikan akhlak sebagaimana perhatiannya pada ilmu. Karena hal inilah yang sering sekali terlupakan. Bahwa seseorang tersibukkan dengan ilmu, namun lupa akan kewajibannya dalam memperbaiki akhlak. Tidaklah cukup kebaikan agama tanpa kebaikan akhlak. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah bahwa “kebaikan akhlak itu mengiringi segala sesuatu”
Raja` bin Haiwah berkata kepada seseorang :”Sampaikanlah kepadaku sebuah hadits, tapi jangan sampaikan hadits dari riwayat orang yang berpura-pura mati, juga jangan dari orang yang suka mencela.” Kedua riwayat ini diceritakan oleh Al-Khatib dalam kitab Al-jami`, lalu beliau berkata :”wajib bagi para penuntut ilmu hadits untuk menghindari suka bermain, berbuat yang sia-sia, dan bersikap rendah dalam majelis ilmu, seperti tertawa terbahak-bahak, banyak membuat lelucon, senantiasa bersenda gurau. Senda gurau itu hanya diperbolehkan kalau dilakukan hanya kadang-kadang saja, asal tidak sampai melanggar adab dan sopan santun dalam menuntut ilmu. Adapun kalau dilakukan secara terus menerus, mengucapkan ucapan kotor dan jorok serta yang bisa menyakitkan hati, semua itu adalah perbuatan tercela. Sebab banyak senda gurau dan tertawa akan menghilangkan kewibawaan dan harga diri”.
Apa yang disampaikan imam Al-Khatib ini termasuk perkataan yang paling baik tentang adab pelajar, yaitu hendaknya ia menghindari banyak main-main dan berbuat sia-sia, kecuali kalau memang ada tuntunannya dalam syariat islam. Misalnya bermain panah, pedang, dan menunggang kuda karena itu akan bisa membantunya untuk persiapan jihad fii sabilillah. Pada zaman ini sekarang ini bisa dilakukan dengan permainan tembak-tembakan atau lainnya.
Demikian juga hendaknya seorang pelajar menghindari sesuatu yang sia-sia, baik perbuatan maupun ucapan yang tidak ada manfaatnya. Seorang pelajar juga hendaknya menghindari sikap yang rendah dalam majelis ilmu, seperti tertawa terbahak-bahak dan suka bersenda gurau, terutama kalau dia berada di tengah-tengah khalayak umum. Adapun kalau hanya berada di tengah teman-temannya saja maka masalahnya lebih ringan. Namun bila berada di khalayak umum, hindarilah berbuat sesuatu yang bisa menghinakan dirimu sendiri. Karena itu akan menghilangkan kewibawaanmu di hadapan orang lain, mereka tidak lagi segan kepadamu juga tidak lagi menghormati ilmu yang engkau ajarkan.
Ada sebuah pepatah:” Barangsiapa yang banyak melakukan sesuatu, maka dia akan dikenal dengannya.” Jauhilah segala perusak ilmu ini baik dalam majelis maupun dalam semua pembicaraanmu. Namuan sebagian orang-orang dungu menyangka bahwa bersikap longgar dalam hal seperti ini adalah sebuah sikap toleransi.
Imam Ahnaf bin Qais berkata:” jauhkanlah majelis kita dari menyebut-nyebut wanita dan makanan. Saya benci seorang laki-laki yang suka membicarakan kemaluan dan perutnya”.
Syaikh Utsaimin menjelaskan bahwa karena hal ini bisa mengalihkan perhatian dari menuntut ilmu. Misalnya seseorang berkata,” tadi malam saya makan sampai kekenyangan.” Atau ucapan sejenis yang tidak ada gunanya sama sekali. Juga berbicara seputar urusan wanita (laki-laki berbicara seputar wanita dan wanita berbicara seputar laki-laki), terlebih lagi kalau ada yang membicarakan hubungan suami istri yang dilakukannya. Maka orang semacam ini adalah sejelek-jelek manusia pada hari kiamat dalam pandangan Allah Ta`ala.
Sebab Kerasnya Hati
Sesungguhnya kerasnya hati disebabkan oleh empat perkara apabila dilakukan melebihi kadar yang dibutuhkan, yaitu makan, tidur, berbicara, dan bergaul.(fawaidul fawaid:262).
Hendaknya seorang thalibil `ilmi berhati-hati dari menyibukkan diri dengan manusia, karena sesungguhnya hal itu akan melalaikan banyak kemaslahatan yang bermanfaat, dan waktu yang berharga, serta akan menghilangkan keindahan dan cahaya ilmu.
Al-Humaydi al Muhaddats berkata :
“pertemuan dengan manusia tak akan mendatangkan faedah apa-apa,
Kecuali hanya menambah pembicaraan yang tak tertata
Kurangilah intensitas bertemu dengan mereka
Selain untuk menuntut ilmu atau melakukan kebaikan.”
“Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang bertakwa, merasa cukup lagi tersembunyi.” (HR.Muslim : 2965)
Al-khafiy (yang tersembunyi) artinya orang yang tidak dikenal dan memutus hubungan dengan manusia untuk beribadah dan menyibukkan diri dengan urusan dirinya sendiri. Dia tidak ingin nampak dalam pandangan manusia, atau ditunjuk oleh manusia dengan jari-jari mereka atau dibicarakan oleh manusia. Seseorang yang memiliki sifat khafiy tidak mencintai kemasyhuran dan menjadi pemimpin dalam suatu urusan. Karena yang terpenting bagi dirinya adalah bagaimana dia mendapatkan kecintaan dan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta`ala.
Wahai saudariku muslimah, hendaknyalah kita senantiasa mengisi waktu dengan ketaatan dan jangan sampai ia terbuang sia-sia, kikirlah terhadap waktu karena sesungguhnya keberuntungan yang sebenarnya itu terdapat pada kikir terhadap waktu. Janganlah pula kau buang sia-sia untuk berbincang-bincang yang tidak ada faedahnya. Sesungguhnya Allah hanya memberikan kepada kita dua pilihan, yaitu
“barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir,
maka hendaklah ia berkata baik atau diam”(HR.Bukhari Muslim).
Saya teringat sebuah nasihat singkat dari salah seorang sahabat (semoga Allah merahmatinya), dia berkata :
“jangan sungkan meninggalkan majlis yang sia-sia, dengan tanpa mereka sadari dan dengan permisi sekedarnya, serta balaslah dengan senyum terhadap komentar-komentar yang ada…
Tahan lisan, bicaralah yang baik, dan pertimbangkan nilai ucapan kita disisi Allah…
Sibuklah dengan kebaikan agar tidak tersibukkan oleh keburukan…
Tidak menimpa kita suatu musibah kecuali karna sebab dosa, karenanya banyaklah beristighfar dan adakan evaluasi terus…
`Laitsal `ilmu bikatsratir riwaayah, walakinnal `ilmu huwal khasy yah`
Yang terpenting bukanlah banyaknya hal yang kita tau, tapi rasa takut kepada Allah terhadap apa yang telah kita ketahui sehingga memotivasi diri kita untuk beramal,
Jadilah da`i Illallah dengan pengamalan ilmumu,
Berbuat dan diamlah diatas hujjah agar kita tegar dan tidak rapuh oleh komentar…”
Senanglah Beruzlah
Saudariku wahai para penuntut ilmu, senanglah beruzlah, janganlah kau rusak hatimu dengan banyaknya engkau berbaur dengan sahabat-sahabatmu,karena itu akan mengeraskan hatimu, menyebabkanmu lalai tanpa engkau sadari dan kemudian berkuranglah semangatmu menuntut ilmu. Engkau lupa dengan dzikrullah, engkau juga akan sulit memperoleh kekhusyuuan dalam solatmu karena sesungguhnya dasar dari kekhusyuan adalah kelembutan hati, sedangkan ketidakkhussyuan akan menyebabkan dua hal ;
Yang pertama, ia tidak dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar.
“sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”(QS.Al-Ankabut:45)
Dan yang kedua, ia tidak akan mendapatkan keberuntungan kelak di hari kiamat.
“sesungguhnya beruntunglah orang-orang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu dalam sholatnya”(QS.Al-Mukminun:
Saudariku, ketahuilah bahwa meremehkan masalah hati mengakibatkan kebinasaan, maka hindarilah segala perkara yang dapat mengeraskan atau mematikan hati kita.
Ketahuilah bahwa,,
“Kelalaian dapat menumpulkan fikiran,
menutup pintu-pintu pengetahuan,
menjauhkan hamba dari Alah Ta`ala,
menyeretnya pada kemaksiatan,
menurunkan kesedihan dan kesusahan dalam hati,
serta menjauhnya kegembiraan dan kesenangan dari dirinya, serta matinya hati.
Ia merupakan tarikan syetan dan membuat murka Ar-Rahman”
Maka, bersungguh-sungguhlah dan bersabarlah dalam menjalankan ketaatan kepada Allah serta dalam menjauhi apa-apa yang bisa memalingkan kita dari ketaatan. jagalah diri baik-baik, jaga akhlak dan lisan, dan senanglah menyendiri dalam ketaatan kepadanya.
Dalam shaidul kathir, ibnu al-jauzi telah menuliskan tiga pasal, yang ringkasnya demikian,” saya tidak melihat dan mendengar manfaat yang lebih besar daripada uzlah, karena uzlah adalah sebuah ketenangan, sebuah keagungan, sebuah kemuliaan, sebuah tindakan untuk menjauhkan diri dari keburukan dan kejahatan, sebuah kiat untuk menjaga kehormatan dan waktu, sebuah cara untuk menjaga usia, sebuah jalan untuk menjauhkan diri dari orang-orang yang mendengki, sebuah perenungan tentang akhirat, sebuah persiapan untuk bertemu Allah, sebuah pemutusan jiwa raga untuk melakukan ketaatan, sebuah pemberdayaan nalar terhadap hal-hal yang bermanfaat, dan sebuah eksplorasi terhadap nilai dan hukum dari nas-nas yang ada.”
Bersegeralah menuju kebaikan
Saudariku, wahai para muslimah yang senantiasa mengharapkan rahmat Rabbnya, ketahuilah bahwa penyakit hati itu tersembunyi, ia tidaklah nampak, terkadang orang yang terkena penyakit ini tidak mengetahuinya..maka sering sekali ia lalai darinya. Jika ia mengetahuinya, ia akan kesulitan untuk bisa bersabar menahan pahitnya obat, karena obat penyakit hati adalah menyelisihi hawa nafsu.
Dengan demikian, sudah seharusnya kita sebagai thalibul `ilmi untuk memperhatikan hal tersebut. Jauhilah hal-hal yang dapat melalaikan kita dari menuntut ilmu. Seperti banyak bergaul, banyak bicara, banyak makan,dan banyak tertawa. Karena itu semua adalah penyakit berbahaya yang mengakibatkan banyak keburukan dan kerugian di dunia dan akhirat.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu `anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda,”janganlah banyak tertawa, sesungguhnya banyak tertawa itu mematikan hati” (HR.Ibnu Majah).
Adapun berlebihan dalam makan juga mengakibatkan banyak hal yang buruk. Ia akan menggerakkan anggota badan untuk melakukan berbagai kemaksiatan serta menjadikannya merasa berat untuk berbuat taat dan beribadah. Dua hal inipun sudah cukup sebagai suatu keburukan!!
Ibrahim bin Adham berkata,”barangsiapa memelihara perutnya akan terpeliharalah dinnya. Barangsiapa mampu menguasai rasa laparnya akan memiliki akhlak yang baik. Sesungguhnya kemaksiatan kepada Allah itu jauh dari seorang yang lapar dan dekat dari seorang yang kenyang.”
Saudariku para penuntut ilmu yang mulia, waspadailah segala perkara yang dapat memalingkan hati kita dari ketaatan, sekecil apapun itu. Jangan sampai kita datang ke majlis-majlis ta`lim, tapi sebenarnya hati kita tidaklah hadir tanpa kita sadari karna hati yang telah terkikis kelembutannya, kita mendengarkan kalamullah, tapi jiwa kita tidak tergetar, hati kita tidak luluh , tidak pula tunduk apalagi menangis… sedangkan perlu diketahui bahwa akal manusia untuk memahami itu ada di dalam hatinya (tafsir ibnu katsir QS.Al-Ankabut:49). Lalu bagaimanakah jika hati itu telah mengeras??
Dan takutlah dengan firman Allah “ketika mereka melenceng, maka Allah lencengkan hati mereka, dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik”(as-shaff:5)
Wal iyyadzubillah….
Seseorang berkata,
“Hati tidak dinamai Qalbu kecuali karna sifatnya yang mudah berbolak balik
Maka waspadalah terhadap perubahan dan berbolak baliknya hati”
Dari Abu Musa Al-Asy`ari Radhiyallahu `anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu`aahi wa sallam bersabda,” sesungguhnya hati itu seperti bulu yang berada dipadang sahara, dimana angin senantiasa membolak-balikkannya”.
Didalam hadits tersebut Rasulullah shallallahu`aahi wa sallam memberikan gambaran kepada kita bahwa hati itu seperti bulu karena begitu ringannya dan begitu mudahnya terpengaruh. Ini persis sekali dengan bulu yang akan terombang-ambing ketika ada angin sepoi-sepoi yang menerjangnya. Kotoran yang sangat kecil mampu menodai, dan membekas padanya. Maka hati seperti pakaian putih yang dapat ternoda karena kotoran yang sangat sedikit. Hati juga seperti cermin yang sangat jernih, yang sedikit noda akan tampak padanya. Oleh karena itu, hati dapat dikacaukan oleh waktu yang hanya sesaat, perkataan, gurauan, apalagi tertawa yang berlebihan. Kemudian Tanpa dia sadari hatinyapun mulai mengeras, hati tak lagi sensitif terhadap kebenaran dan ia pun mulai terhinggapi syubhat yang mengaburkan kabarNya.
Jiwa yang tenangpun berpindah pada kegelisahan, keyakinan kepada keraguan, ilmu kepada kebodohan, dzikir kepada kealpaan, taubat kepada khianat, ikhlas kepada riya, kejujuran kepada kedustaan, semangat yang membaja kepada kelemahan, ketundukan kepada ujub, dan ketawadu`an kepada kesesatan, wal iyyadzubillah
Berkata seorang penyair:
“barangsiapa banyak bergurau, akan hilanglah wibawanya,
Barangsiapa berlebih-lebihan dalam suatu hal, maka ia akan dikenal dengan kebiasaannya,
Barangsiapa banyak bicara, maka banyak pula kesalahannya,
Barangsiapa banyak salahnya, maka berkuranglah rasa malunya,
Barangsiapa berkurang rasa malu, maka berkuranglah sikap wara`nya,
Dan barangsiapa berkurang sikap wara`nya, maka matilah hatinya.”
Dan ingatlah “hari dimana tidak bermanfaat lagi harta dan anak-anak, kecuali yang menghadap Allah dengan hati yang selamat” (As-Syu`aro:89)
Maka wahai saudariku, jawablah adakah yang lebih berharga dari hati yang selamat??? Maka marilah kita bersungguh-sungguh untuk menjaga hati-hati kita dan kemudian tutuplah serapat mungkin perkara-perkara yang dapat mengeraskannya, banyaklah meminta perlindungan dan berdoa dengan doa yang telah diajarkan oleh nabi kita yang mulia, yaitu
Dari anas ,dia berkata, Rasulullah berdoa: “wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku diatas dienMu”
Adapun lanjutan dari hadits tersebut, bahwa anas bertanya,”wahai Rasulullah, kami beriman kepada engkau dan ajaran yang engkau bawa, apakah engkau mengkhawatirkan kami?” beliau menjawab,”iya, sesungguhnya hati-hati itu berada di antara dua jari jemari Allah, Dia membolak-balikkannya sesuai dengan yang Dia Kehendaki” (Shahih Tirmidzi)
Maka masih adakah alasan untuk menunda atau mempertimbangkan perkara ini? Atau adakah yang masih bisa menyangkal dengan mengatakan bahwa bersikap longgar dalam hal seperti ini adalah sebuah sikap toleransi?? Sesungguhnya ada sebagian ikhwah yang beralasan,”ah, ngga papa kok, insyaAllah aku bisa jaga hati”,
Sungguh ini adalah bualan syaitan!!!
Atau dia berkata,”ah, Cuma sebentar saja kok”, atau “ah, Cuma sekali ini saja, ngga papa lah”.
masyaAllah,, apakah dia merasa yakin dengan masih adanya umur di satu jam mendatang, satu menit mendatang, atau beberapa detik kemudian??apakah dia telah mendapat izin dari Allah untuk memegang umurnya sendiri??sehingga tak ada rasa takut dalam dirinya??
Janganlah kau merasa aman dari kematian walau sekejap, sehembusan nafas sekalipun.
Walau kau halangi kedatangannya dengan pengawal dan penjaga.
Sungguh ia pasti datang kepada siapa saja yang berbaju besi pun yang berperisai.
Kau harap selamat tanpa tempuh jalannya, adakah sampan terkayuh berjalan di daratan???
Maka perbanyaklah istighfar, dan seringlah mengintrospeksi diri kita masing-masing. Tinggalkanlah kebiasaan-kebiasaan buruk seperti banyak bicara yang tidak berfaedah, banyak bergurau , banyak tertawa, banyak berbaur, dan jauhilah sikap tergesa-tergesa karena sesungguhnya sikap tergesa-gesa itu adalah dari syaitan.
Hiasilah diri dengan kebaikan akhlak, ketenangan, kewibawaan, ketawadhu`an, kesabaran, dan istiqomahlah!!
Allahul musta’an…
Dan marilah renungkan firman Allah:
“Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyu mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak diantara mereka menjadi orang-orang fasik”.(QS.Al-Hadid:16)
Maka agungkanlah syiar-syiar Allah tersebut, karena hal itu merupakan tanda ketakwaan hati kita, dan hal itu menjadi kebaikan kita disisi Allah `Azza wa Jalla.(syarah riyadush shalihin (7/101)
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat disisi Allah, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya”(QS.Al-Hajj:30)
Artinya barangsiapa menjauhi kemaksiatan dan larangan-larangan Allah dan dalam dirinya dia menganggap bahwa melanggar larangan itu merupakan perkara yang besar, maka baginya kebaikan yang banyak dan pahala yang besar. Sebagaimana halnya dalam pelaksanaan ketaatan terdapat pahala yang banyak, demikian juga tindakan meninggalkan perkara yang diharamkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang juga ada pahalanya. (tafsirul qur`anil `adziim (3:301)
Demikianlah semoga Allah meluruskan langkah-langkah kita, dan menganugerahkan semuanya dengan ketakwaan, serta kebaikan dunia dan akhirat. Semoga shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad shallallahu`alaihi wa sallam, keluarga dan sahabat beliau.
-ummu yusuf jasmin naro-
referensi:
• Syarh Hilyah Thalibil `ilmi,terj. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
• Ishlakhul Qulub.terj, Abdul Hadi bin Hasan Wahbiy
• La tahzan, `Aid Al-Qarni
• Tazkiyatunnafs, Ibnu Rajab Al-Hambali, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Imam Al-Ghazali
• 10 Rintangan Dalam Menuntut Ilmu, Syaikh Abdussalam Bin Barjas, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushobi
• Al-Qur’anul kariim
• Hadits arba`in nawawiyah
• Agar Allah mencintaimu, Hana binti ‘Abdul ‘Aziz Ash-Shoni’
• Buku kajian pribadi
13 November 2010 pukul 08.59
Artikel yang bagus.....